Buscar

Page

Ramadhan di Beberapa Negara

Alhamdulillah masih dikasih kesempatan bertemu dengan Ramadhan lagi. O, ya bicara soal bulan Ramadhan, kita intip yuk, gimana kegiatan bulan Ramadhan di beberapa negara di dunia, marii.

Ramadhan di Amerika

Menjalankan ibadah dalam bulan Ramadan di Amerika memang bukan perkara mudah. Namun bagi sebagian orang yang tinggal jauh dari kampung halaman, itu bukan berarti menjadi halangan menemukan makna Islam sesungguhnya.


Mirna Matjik, warga Indonesia yang tinggal di Golden, Colorado, mengatakan tinggal di negara mayoritas non-Muslim tidak membuat ia meninggalkan keimanannya sebagai seorang Muslim karena dalam masa perantauannya di Amerikalah ia justru menemukan makna Islam sesungguhnya.

“Alhamdulilah, saya pakai jilbab justru pas datang di sini, saya di sini menemukan Islam yang pure. Kalau dipikir-pikir banyak Islam di Indonesia sudah tercampur dengan tradisi, kultur. Waktu kita datang ke sini, kita temukan Islam yg pure, Alhamdulilah dari situ saya terbuka hatinya, dan saya bisa menemukan kekuatan untuk menutup dan sampai sekarang sudah dua tahun pake jilbab. Jadi justru saya pakai jilbab pas sudah di sini,” ungkap Mirna.
Katanya, jilbab yang ia kenakan tidak sekedar berfungsi sebagai simbol keimanan, namun juga pada sebuah misi memperkenalkan Islam kepada lingkungan sekitarnya yang beragam.

“Orang mungkin agak reluctant, tapi kalau disambut senyum akhirnya nanti luluh juga. Pada dasarnya saya juga membawa misi bahwa orang Muslim juga bisa berinteraksi dengan baik. Sebagai wanita, saya juga diberi hak untuk sekolah, bekerja, dan sebagainya. Jadi ini semua adalah misi, ” jelas Mirna.

Menurutnya kebersamaan dengan komunitas Muslim dari berbagai negara, terutama dalam bulan Ramadhan, banyak membantu memperdalam kecintaannya terhadap ajaran Islam.

Selama bulan Ramadhan ini, Mirna bersama dengan komunitas Muslim dari berbagai negara di Colorado aktif melakukan berbagai kegiatan termasuk tarawih dan buka puasa bersama.

Tidak berbeda jauh dengan Mirna, Chessy Rolanda Azwar, pelajar Colorado School of Mines, mengatakan ia belajar untuk lebih kreatif menciptakan suasana Ramadhan di rumahnya.
Dengan adanya teknologi internet, ia mengunduh layanan musik rohani yang dapat mengingatkannya pada jam-jam sholat, sahur serta berbuka puasa.

“Aku ngerasanya Ramadhan di sini jadi lebih khusuk dibandingkan di Indonesia, karena di sini mungkin karena sudah sendiri,” kata Chessy.
Dalam kesendiriannya menuntut ilmu jauh dari keluarga dan teman-temannya di Indonesia, Chessy justru merasa lebih fokus menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan di tengah-tengah kesibukan belajar menamatkan kuliahnya.

Komunitas Turki di Washingtong DC

Di salah satu sudut di perempatan jalan Old Lee Highway, di kota Fairfax, sebuah tenda putih berukuran kira-kira 15 meter x 15 meter, berdiri di atas lahan yang luas. Di dalamnya terdapat puluhan meja makan yang sangat panjang, yang bisa menampung ratusan orang. Sementara di luar tenda, dua gubuk makanan dipenuhi dengan makanan khas Turki.

Puluhan orang  mengantri untuk mengambil makanan yang dihidangkan secara gratis itu. Sementara anak-anak kecil, berebut mendapatkan gulali yang juga dibagikan secara cuma-cuma. Begitu adzan maghrib berkumandang, ratusan pengunjung yang hadir lantas berbuka puasa bersama.
Inilah suasana tenda Ramadhan yang diselenggarakan oleh komunitas Turki yang tinggal di sekitar Washington DC, yang tergabung dalam Asosiasi Persahabatan Turki-Amerika. Tenda Ramadhan yang diadakan selama tiga hari berturut-turut di akhir pekan itu, merupakan acara buka puasa bersama sekaligus silaturahmi.

Ketua Penyelenggara Tenda Ramadhan, Mustafa Akpinar, mengatakan ini adalah kesempatan yang tepat untuk saling mengenal satu sama lain.
Tujuan utama kami adalah menunjukkan bahwa orang Turki umumnya sangat toleran. Kami senang berteman dengan siapapun. Dan lewat acara ini kami mencoba mengedukasi non-Muslim mengenai Islam, mengenai Ramadhan… tidak seperti yang diperlihatkan di televisi,” ungkap Mustafa.
Senator Negara Bagian Virginia, menyambut baik acara yang terbuka bagi semua komunitas, baik Muslim maupun non-Muslim seperti dirinya.

Ramadhan di Spanyol

Nuansa keislaman sangat terasa saat bulan Ramadhan di selatan negara Spanyol. Di mana aroma masa lalu Islam yang indah masih segar dalam benteng terakhir Muslim Andalusia.

Daerah itu bernama Baizin, di Granada. Selama bulan Ramadhan, suasana Baizin sangat mirip dengan lingkungan tua di Damaskus, Suriah atau Casablanca, di Maroko. Bahkan orang Spanyol di daerah itu menikmati karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan daerah lain di seluruh spanyol.
Ketika seseorang berjalan melalui jalan-jalan, kue-kue Ramadhan, kaset keagamaan dan buku-buku dapat ditemui dengan mudah. Di sana, kita pun dapat menjumpai banyak perempuan bercadar. Oleh karena itu, suasana di Baizin itu tidak bisa disebut “asing” di tengah kehidupan bebas Eropa.

Di wilayah Spanyol yang dekat dengan Maroko itu, Baizin dikenal sebagai Pulau Hijau. Di posisinya yang dekat Gibraltar, banyak restoran yang dimiliki oleh orang Maroko. Restoran di sana memang khusus untuk melayani umat Islam yang berpuasa.

Karena merupakan daerah kepulauan, banyak orang yang singgah di pelabuhan. Mereka dari berbagai bangsa, sebagian besarnya orang-orang muslim yang sedang berpuasa. Mereka biasanya terpaksa berbuka atau bersiap-siap untuk makan sahur di pelabuhan.

Salah satu warga Maroko di Pulau Hijau, Ahmed Aznak, seperti dikutip dari IslamOnline.net, mengatakan Ramadhan di Baizin aktivitas dan suasananya tidak jauh berbeda seperti di Maroko. “Ada banyak orang muslim dan masjid di sana,” ujarnya.
Granada, Andalusia
Selain Baizin, Granada, mutiara selatan Spanyol, Marbella, atau yang sering disebut “Kota Impian”, juga dianggap sebagai kota terbaik di Spanyol untuk menjalankan ibadah puasa. Tidak heran, banyak imigran muslim menemukan suasana harmoni dan ketenangan selama bulan suci di sana.

Selain itu, Marbella juga memiliki sebuah masjid besar yang sangat elegan. Selama Ramadhan, mawa’id Ar-Rahman (jamuan makan iftar amal di jalan) juga berlimpah.

Hameed, penduduk Marbella asal Maroko mengatakan di masa lalu, ada banyak makanan yang dibawa ke masjid selama bulan Ramadan untuk beramal. “Dulu biasanya kami membuang sisa makanan, tapi Ramadhan menyadarkan kami untuk merasakan penderitaan orang miskin,” kata Hameed.

Utara Kurang Beruntung

Semangat Ramadhan kurang terlihat di Spanyol utara. Di kota-kota besar seperti Madrid atau Barcelona, hanya masjid dan musalla yang dapat memberikan arti bulan suci Ramadhan. Tidak ada restoran muslim. Menu khas ramadhan pun jarang. Apalagi mengharapkan lagu-lagu keagamaan di kota yang terletak di utara Spanyol. Menemukan wanita berjilbab pun sulit.

Para muslim di Catalonia misalnya, masih kesulitan untuk beribadah di masjid saat Ramadhan, seperti tarawih. Ceramah agama pun sepertinya menjadi sesuatu yang mahal di Catalonia. Itu karena masih sedikitnya fasilitas masjid dan musalla bagi penduduk muslim. Suasana Ramadhan di kota itu pun praktis tidak tampak.

Masyarakat Islam di Catalonia biasanya mengambil kesempatan Ramadhan untuk mengulangi tuntutan mereka agar pemerintah Spanyol memfasilitasi mereka masjid besar untuk beribadah. Karena, masjid yang ada tidak dapat lagi menampung jumlah jamaah yang semakin bertambah.

Hal itu sudah mereka lakukan berulang-ulang kepada birokrat Spanyol yang tuli. Namun tetap tidak ada hasil. Padahal, mereka bersedia membiayai segala urusan administasi dan pembanguna masjid.

Kepala Pusat Budaya Islam di Catalonia, Ahmed bin Allal, mengatakan lebih dari 200 perwakilan komunitas muslim di provinsi Catalonia menyatakan komitmen mereka untuk membuka masjid dan ruang ibadah kecil (musalla) untuk seluruh penduduk Catalonia satu hari setahun. Hari yang mereka sepakati itu tidak lain adalah saat Idul Fitri.

Kesulitan muslim di daerah utara Spayol bertambah pelik. Beberapa rahun lalu, terjadi pemboman kereta di Madrid Maret yang menewaskan 202 orang dan melukai sekitar 150 lainnya. Akibat kejadian itu, muslim terkena dampak negatifnya. Warga Spayol non-Muslim melakukan ancaman kepada imigran yang datang dari Arab dan bersikap skeptis.

Ramadhan di Korea

Seperti masyarakat Muslim lainnya di seluruh dunia, warga Muslim di Korea Selatan mengisi ibadah puasa Ramadhan dengan memperbanyak membaca al-Quran dan berkumpul di masjid-masjid, terutama pada petang hari menjelang berbuka puasa sampai pelaksanaan salat tarawih.

Pemandangan seperti ini terlihat di Masjid Sentral yang terletak di jantung kota Seoul, ibukota Korea Selatan. Setiap petang masjid ini dipadati ratusan jamaah dari berbagai usia, baik warga Muslim Korea maupun warga negara asing. Saking banyaknya, jamaah bahkan meluber sampai ke luar gedung masjid, sehingga tak jarang mengundang perhatian warga lokal.

Seorang jamaah bernama Zain, asal Pakistan mengatakan, ia selalu menyempatkan diri datang ke Masjid Sentral meski untuk itu ia harus menutup tokonya di kawasan Itaetown. Jamaah lainnya, Seid Issdram asal Maroko yang bekerja di dekat Provinsi Gyeonggi. Ia harus menempuh perjalanan sekitar satu setengah jam setiap hari ke kota Seoul agar bisa menjalankan salat tarawih berjamaah di Masjid Sentral.

Suasana akrab penuh persaudaraan begitu terasa, para jamaah yang datang meski tak saling kenal saling mengucapkan salam. Tak ketinggal para Muslimah berjilbab, banyak juga yang datang ke masjid sementara anak-anak mereka dibiarkan bermain di halaman masjid.

Menurut data Korea Muslim Federation (KMF) yang dibentuk sejak tahun 1967, di Korea Selatan terdapat 120.000-130.000 Muslim, baik dari orang Korea asli maupun warga negara asing. Imigran Muslim di Korea Selatan, kebanyakan berasal dari Pakistan dan Bangladesh. Sementara warga Korea asli yang memeluk Islam jumahnya sekitar 35.000 orang.

Meski demikian, masih banyak masyarakat Korea yang tidak mengetahui bahwa saat ini umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa bulan Ramadhan, ibadah puasa yang hukumnya wajid bagi umat Islam.

Seorang remaja Muslim bernama Ahn Tae-hwan bercerita, teman-temannya sering bertanya mengapa ia tidak makan apapun selama beberapa hari ini. Tae-hwan tidak mengatakan bahwa ia sedang puasa bulan Ramadhan, tapi menjawab pertanyaan teman-temannya itu dengan mengatakan bahwa ia sedang diet.

Pemuda Muslim bernama Sun Ju-young mengaku kesulitan untuk memberikan pemahaman pada teman-temannya mengapa ia tidak makan daging babi atau tidak minum alkohol, ketika ia dan teman-temannya sedang jalan-jalan bersama. Teman-teman Ju-young berpikir bahwa ia alergi dengan makanan-makanan itu.

Ali Ahmad, mahasiswa asal Mesir yang sedang kuliah di Seoul National University mengungkapkan, masyarakat Korea tidak banyak tahu tentang Islam. Muslim lainnya, Seid menambahkan, “Banyak orang-orang Korea yang berpandangan negatif pada Muslim, karena sering melihat pemberitaan-pemberitaan tentang terorisme.”

Pendapat itu dibenarkan Lee Ju-hwa, Sekretaris Jenderal KMF. “Masyarakat Korea selayaknya tidak berprasangka buruk terhadap Muslim dan mengakui fakta bahwa Muslim adalah bagian dari masyarakat Korea yang hidup dan bekerja di satu negara yang sama, ” ujarnya.

Ramadhan Di Inggris
Didsbury mosque at Manchester
Kaum Muslimin di Inggris dan juga masyarakat Indonesia yang beragama Islam di Kerajaan Inggris tahun kemarin menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan lebih lama ketimbang di Tanah Air karena bertepatan dengan musim panas.

“Waktu berbuka puasa pada musim panas hampir mendekati pukul sembilan malam,” kata seorang warga muslim di Inggris, Rahma dalam milis Kibar, Keluarga Islam Britania Raya.

Namun Rahma pernah mendengar kalau ada semacam fatwa menyebutkan ada keringanan bagi muslim yang tinggal dan berpuasa di daerah yang siangnya jauh lebih lama dibandingkan malamnya seperti musim panas di Inggris saat ini.

Dalam beberapa hari ini dibahas mengenai puasa di musim panas yang dijalani umat muslim yang ada di Inggris dan mendapat tanggapan dari berbagai anggota milis yang menjadi perdebatan menarik.

Menjalani ibadah puasa di negeri empat musim memang berbeda dengan di tanah air yang waktunya sudah pasti dan perbedaannya tidak terlalu drastis, seperti pada saat bulan Ramadhan yang jatuh di musim panas yang siangnya lebih lama ketimbang malamnya.

“Saya pernah menjalani ibadah puasa pertama saya di negeri Ratu Elizabeth di tahun 1986, yang merupakan puasa yang paling panjang seumur hidup saya karena di tahun tersebut bulan Ramadhan jatuh pada bulan Juli saat musim panas,” ujar Naniek Sobirin yang akrab disapa Mbak Nanik.

Dikatakannya, dirinya masih teringat saat hari pertama harus sahur pukul dua pagi, makan seadanya maklum jauh dari orang tua. Menunggu waktu subuh hanya beberapa menit terasa sangat lama karena bergelut dengan rasa kantuk yang sangat menyiksa.

Perasaan haus dan lapar tidak dirasakan karena udara yang meskipun panas tapi tidaklah panas menyengat seperti di Indonesia. “Saya ingat saat itu meskipun musim panas tapi saya harus menggunakan jaket karena merasa kedinginan,” ujarnya.

Menurut Mbak Nanik waktu berbuka pada saat itu sekitar pukul 9.25 dengan menu berbuka seadanya karena mata sudah mengantuk, shalat maghrib dan menunggu waktu Isya merupakan ujian yang sangat berat belum lagi shalat tarawih.

“Benar-benar godaan antara ibadah dan tempat tidur, akibatnya saya tidak menjalankan tarawih penuh dan ia juga bersyukur sebagai wanita ada waktunya tidak berpuasa,” ujar istri dari Sobirin ini.
Diakuinya meskipun puasa yang dijalani cukup panjang namun Mbak Nanik dapat menjalaninya dengan baik, meskipun banyak juga yang tidak berpuasa atau malah berpuasa sahurnya ikut waktu Inggris tapi waktu bukanya ikut waktu Mekkah.

“Saya tidak tahu fatwa mana saat itu tapi saya menjalankan menurut hitungan sebelum matahari terbit dan setelah matahari terbenam,” ujarnya.

Menurut Nanik makan sahur pun merasa malas karena mengantuk dan masih kenyang, kadang hanya minum ataupun makan roti, tapi ini berakibat buruk karena pada pukul empat sore perut sudah “bernyanyi”, dan badan sudah kedinginan.

Untuk itu, mbak Nanik menganjurkan jika akan menjalankan puasa di musim panas pada waktu berbuka makan secukupnya tapi pada saat sahur makan kenyang dan kalau bisa siang lebih baik gunakan untuk tidur, karena malam hari benar-benar untuk ibadah.

“Apalagi pada tahun 2012 dan 2015 diperkirakan umat Muslim di Inggris menjalani ibadah puasa yang terpanjang. Dapat dibayangkan masyarakat muslim yang tinggal di Glasgow ditambah 22 menit dari hitungan waktu berbuka puasa di London,” ujarnya.

Pertama kali

Sementara itu Dian Neilson mengatakan puasa di musim panas tahun ini baginya adalah puasa yang pertama kali semenjak tinggal di Inggris hampir 11 tahun yang lalu.

Sebenarnya tidak terlalu panjang, tapi untuk lima atau enam tahun ke depan itu lebih sulit, ujarnya.
Menurut Dian, masalah waktu untuk tidak masalah terlalu masalah besar, hanya saja ia merasa khawatir dalam menjaga emosi untuk selalu sabar, maklum berpuasa sambil mengurusi tiga anak laki-laki yang sedang libur selama enam minggu sekolah .

“Apalagi anak-anak sangat aktif tidaklah mudah, kadang rasa sabar dan toleransi itu cepat hilang, makanya ujian itu yang bagi saya cukup berat, tetapi bukan waktu yang berpuasa yang lebih lama,” ujar istri James Neilson yang bekerja di perusahaan agen perumahan.

Dian mengakui waktu sahur, berbuka dan tarawih merupakan saat-saat yang membuat dirinya merasa sedih karena jauh dari keluarga. Apalagi saat menunggu bedug maghrib untuk berbuka, untungnya sekarang ia merasa bersyukur bisa mendengarkan adzan melalui komputer dari website Islamic Finder.

Sementara itu beda lagi pendapat mantan ketua Kibar Dono Widiatmoko : ”Awalnya saya ragu apa akan sanggup berpuasa di musim panas yang siangnya cukup panjang,” ujar dosen di salah satu universitas ternama di Manchester. Namun keraguan tersebut pupus setelah melihat anaknya yang berumur 12 tahun sanggup berpuasa walau tidak sempat makan sahur di pagi harinya. Ia berpuasa sunnah dengan tetap pergi sekolah dan menjalankan aktifitas normal sehari-harinya.

“Jika anak usia 12 tahun saja kuat berpuasa di waktu musim panas, seharusnya kita bisa lebih kuat. Masa kalah sama anak sendiri,” ujar istri Lusi Widawati dan ayah dari Fakhri dan Rana serta Sofia yang tinggal di Cheadle Hulme, di luar kota Stockport di pinggiran Manchester.  ”Mengingat puasa adalah ibadah yang pahalanya langsung dinilai Allah, Jadi walau puasa di musim panas secara fisik mungkin lebih sulit, tentu Allah lebih mengetahui nilai ibadah yang kita jalani,” ujar dosen di University of Salford, yang sebelumnya bekerja di University of Wolverhampton, CRIPACC University of Hertfordshire dan FKM UI.

Sementara itu Nizma Agustjik mengakui bahwa ia juga pernah menjalani ibadah puasa Ramadhan di musim panas sekitar tahun 1981.

“saat itu saya sedang hamil dan tahun berikutnya punya bayi kecil. Memang berat, berat sekali,” ujarnya .

Menurut Nizma , beban berat bukan karena puasanya tetapi justru terasa berat satu dua jam setelah buka dan tubuh merasa shock mendapat makanan setelah belasan jam kosong.

“Saya sering bingung apa yang mesti kita makan dulu. Karena waktu imsak jam 2.30-an, sementara waktu Sholat Isya pukul 11 malam,” ujar wanita yang aktif dalam kegiatan sosial.

Namun demikian, dirinya opmitistis akan kuat dan tidak satupun yang jadi madharat gara-gara puasa dilakukan di musim panas. kata Nizma yang mendirikan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang sosial untuk membantu anak anak di daerah konflik.

Diakuinya ada beberapa orang yang mau mencari enaknya saja mengikuti Indonesia atau Saudi sementara orang tersebut berada di Eropa meskipun ada beberapa fatwa dengan mengikuti negara Islam terdekat. “Bisa dibayangkan puasa di Norwegia atau Iceland yang mataharinya terbenam cuma satu jam,” ujarnya.

Tahun ini, Nizma mengakui berpuasa di Indonesia, bukan untuk “melarikan diri” dari puasa di musim panas melainkan ingin berkumpul bersama keluarga.

“Saya yakin kita akan sanggup puasa, kecuali anak-anak jangan dipaksakan dan para suami bisa membantu di dapur menyiapkan pembukaan,” tambah Nizma Agustjik.

Ramadhan Di India
KBRI New Delhi
Berpenduduk sekitar 1,1 miliar, India menjadi negara dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah Cina. Sementara itu, dengan penduduk muslim sekitar 156 juta, India bertengger sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar kedua setelah Indonesia. Dalam perjalanan sejarahnya, beberapa kerajaan Islam, seperti Mughal, juga sempat menjadi penguasa di negeri Hindustan tersebut, oleh karenanya tidaklah mengherankan apabila sampai hari ini kita masih mendapati nuansa Ramadhan yang cukup kental di beberapa kota di India.

Walaupun mayoritas penduduk India beragama Hindu, namun mereka sangat menghormati umat Muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Memang suasana Ramadhan bagi warga India tidaklah seakbar seperti yang terjadi di tanah air, termasuk dalam hal rutinitas ibadah tarawih dan tadarus Al-Qur’an. Akan tetapi, bagi masyarakat Indonesia yang tengah berada di India, umumnya mereka tetap berusaha melangsungkan kegiatan ibadah tersebut secara bersama-sama.

KBRI New Delhi dan KJRI Mumbai kerap kali melaksanakan sekaligus menjadi pusat rangkaian acara kegiatan selama bulan Ramadhan bagi warga negara Indonesia di India. Mulai dari buka puasa bersama, salat tarawih, tadarus bersama, penyaluran zakat, infaq, dan sadaqah (ZIS), hingga salat Idul Fitri secara berjamaah, rutin dilaksanakan bekerjasama dengan pengurus Perhimpunan Pelajar Indonesia di India (PPI-India) di masing-masing wilayah.

Oleh karenanya, bagi masyarakat Indonesia di India, rasa rindu suasana kebersamaan di bulan suci Ramadhan ala Indonesia seakan terobati ketika mengikuti berbagai kegiatan tersebut. Bahkan tidak jarang, mahasiswa dan masyarakat muslim dari negara lain pun ikut terlibat menyelami suasana Ramadhan Indonesia itu. Bahkan dalam salah satu kesempatan peringatan Nuzulul Qur’an, Mahasiswa muslim yang berasal dari sepuluh negara berbeda turut jua menyemarakannya. Maklumlah, mereka tidak akan mendapati hal serupa baik dari kantor perwakilannya maupun dari komunitasnya masing-masing.

Tidak seperti di kebanyakan negara lain, menemukan menu makanan yang halal di India tidaklah terlalu sulit, sebab masyarakat India terbiasa mengkonsumsi satu dari dua jenis makanan yang berbeda, yaitu vegetarian dan non-vegetarian. Aneka pilihan menu vegetarian hampir dapat dipastikan kehalalannya, sehingga apalabila rasanya sesuai dengan lidah nusantara, maka akan menjadi makanan favorit bagi masyarakat Indonesia.

Di beberapa kota India, kita pun dapat menemukan wilayah yang mayoritas dihuni oleh masyarakat Muslim, misalnya di Okhla dan Jama Masjid, Delhi. Sepanjang bulan Ramadhan, tempat inilah yang menjadi kegemaran berkumpul bagi para mahasiswa dan masyarakat Indonesia yang tinggal di sekitar wilayah tersebut, karena dengan mudahnya mereka dapat memperoleh makanan khas ramadhan, baik untuk berbuka puasa maupun untuk sahur di pagi hari.

Berbeda dengan pengalaman mahasiswa Indonesia yang tinggal di dalam Asrama Internasional. Bersama dengan komunitas mahasiswa muslim lainnya yang sebagian besar datang dari Asia Tengah dan Afrika, mereka secara rutin membentuk kelompok sahur dan buka puasa bersama. Agar memperoleh menu yang sedikit lebih bergizi, biasanya mereka patungan untuk menyediakan biaya tambahan untuk diserahkan kepada pengelola asrama. Walhasil, nasi briyani, chicken tandori, dan sweet fruits dihidangkan untuk menjadi menu andalan setiap mereka hendak berbuka puasa.

Oleh karena tidak semua asrama memiliki ruang Musholla yang dibuat secara khusus, maka tidak jarang mahasiswa Indonesia bersama dengan mahasiswa muslim lainnya harus melaksanakan shalat bersama pada malam dan pagi dini hari di atas gedung asrama dengan beratap langit malam yang ditaburi kerlip bintang dan sinar rembulan.

Adalah temperatur suhu yang seringkali dianggap menjadi salah satu cobaan terberat manakala para mahasiswa menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama di India. Titik ekstrim bawah yang berada pada kisaran 2° Celcius dan titik ektrim atas yang mampu menembus angka 49° Celcius pada bulan-bulan tertentu, seringkali memaksa mereka untuk tidak keluar dari rumah kost atau asramanya masing-masing semata-mata untuk menjaga kedayatahanan tubuhnya.

Menjalani hari-hari sepanjang bulan Ramadhan di negeri orang lain memang beragam kesannya, baik yang menjadi suka maupun yang menjadi duka. Bagi sebagian besar warga Indonesia yang berada di India, malam menjelang Hari Raya Idul Fitri umumnya menjadi momen yang cukup mengharukan. Selain tidak dapat berkumpul bersama dengan keluarga besarnya masing-masing untuk menyambut hari bahagia keesokannya, tidak dapat pula mereka mendengarkan gema takbir yang mampu memecah keheningan malam sebagaimana selalu terjadi di tanah air. Untuk mengobati rasa rindu itu, maka playlist MP3 bertajuk “Gema Takbir” sajalah yang akhirnya diputar untuk menemani mereka sepanjang malam Idul Fitri.

Puasa Di Kutub utara

northpole-sun-moon
Keadaan bumi di belahan kutub memang sangat fenomenal. ada banyak dari kita di Indonesia yang tidak mengetahui fenomena ini. Di kutub tidak mengenal kepastian siang dan malam dalam sehari. matahari datang dan pergi tidak seperti yang kita alami di Indonesia. Malam dikutub bisa terjadi selama 6 bulan secara terus menerus, begitu pula sebaliknya dengan siang.

Bahkan di kutub pernah terjadi kejadian langka yang belum pernah terjadi selama ini di kutub utara. Munculnya matahari berada dibawah bulan demikian dekatnya. Sebuah momen yang mungkin tidak akan bisa disaksikan oleh seluruh manusia di bumi ini. Tampak sekali bulan begitu besar menanungi matahari yang muncul dengan lemah di sisi bawahnya.

Ramadhan akan identik dengan Puasa. Menahan nafsu makan seharian penuh (Indonesia sekitar 13 jam). Sebagai umat yang taat tentunya semua muslim di dunia akan menyambut bulan ini dengan suka cita. Suasana religius tampak hampir di seluruh komunitas islam.
Pertanyaannya?
  1. Bagaimanakah warga negara yang masuk dalam zona kutub melakukan puasa ramadhannya?
  2. Apakah mereka akan berpuasa seharian karena matahari tidak terbenam?
  3. atau mereka tidak harus berpuasa karena matahari tidak terbit-terbit?
Merujuk pada fatwa Majlis Fatwa Al-Azhar Al-Syarif, menentukan waktu berpuasa Ramadhan pada daerah-daerah yang tidak teratur masa siang dan malamnya, dilakukan dengan cara menyesuaikan/menyamakan waktunya dengan daerah dimana batas waktu siang dan malam setiap tahunnya tidak jauh berbeda (teratur). Sebagai contoh jika menyamakan dengan masyarakat mekkah yang berpuasa dari fajar sampai maghrib selama tiga belas jam perhari, maka mereka juga harus berpuasa selama itu.

Adapun untuk daerah yang samasekali tidak diketahui waktu fajar dan maghribnya, seperti daerah kutub (utara dan selatan), karena pergantian malam dan siang terjadi enam bulan sekali, maka waktu sahur dan berbuka juga menyesuaikan dengan daerah lain seperti diatas. Jika di Mekkah terbit fajar pada jam 04.30 dan maghrib pada jam 18.00, maka mereka juga harus memperhatikan waktu itu dalam memulai puasa atau ibadah wajib lainnya.

Fatwa ini didasarkan pada Hadis Nabi SAW menanggapi pertanyaan Sahabat tentang kewajiban shalat di daerah yang satu harinya menyamai seminggu atau sebulan atau bahkan setahun. “Wahai Rasul, bagaimana dengan daerah yang satu harinya (sehari-semalam) sama dengan satu tahun, apakah cukup dengan sekali shalat saja”. Rasul menjawab “tidak… tapi perkirakanlah sebagaimana kadarnya (pada hari-hari biasa)”. [HR. Muslim] Dan demikianlah halnya kewajban -kewajiaban yang lain seperti puasa, zakat dan haji.

muslim manitoba at north pole
Bagaimana rasanya hidup di Kutub Utara dalam kondisi cuaca yang berubah-ubah karena Global Warming atau Pemanasan Global yang terjadi saat ini? Ajukan pertanyaan tersebut pada Mukum Sidikov, pengurus satu-satunya masjid di Kutub Utara. Saat ini, jumlah Muslim di Norilsk yang merupakan Kota paling utara di permukaan bumi , menurut Mukum Sidikov tidak kurang dari 50.000 jiwa dari 210.000 jumlah populasi yang ada di sana. Tapi sejak beberapa waktu lalu, antusiasme penduduk Muslim untuk datang ke Norilsk menurun, tidak seperti beberapa waktu sebelumnya.
Salah satu penyebabnya adalah, cuaca yang sangat buruk juga sangat mempengaruhi minat ke wilayah yang masuk bagian kutub utara ini. Akibatnya, populasi di Norilsk semakin menurun. Tidak saja kaum Muslim, tapi juga kaum lain. Bayangkan saja, cuaca di Norilsk bisa sangat dingin, sampai 50 derajat Celcius di bawah nol.

Waktu Sholat Di Kutub Utara/Selatan

Allah telah menegaskan di dalam Al Qur’an bahwa setiap sholat itu sudah ditentukan waktunya (An Nisaa 103) “Bahwasanya sholat itu adalah fardlu yang sudah ditentukan waktunya atas segala orang yang beriman”.
  1. Sholat Dhuhur “Waktu dhuhur adalah apabila telah tergelincir matahari hingga terjadi bayangan seseorang itu sama dengan panjangnya, selama belum datang lagi waktu Ashar selama belum kuning matahari dan waktu Maghrib Selama belum terbentuknya syafaq dan waktu Isya’ hingga separuh malam, dan waktu sholat Shubuh dari terbit fajar selam belum terbit matahari. Apabila telah terbit matahari maka janganlah kamu bershalat karena sesungguhnya matahari itu terbit antara dua tanduk syetan” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr r.a) Jadi: waktu Dhuhur dimulai pada saat matahari tergelincir dari pertengahan langit sampai dengan tinggi bayangan sama dengan tinggi benda aslinya. Ketika dalam kondisi dingin kita disukai untuk mengerjakan sholat dhuhur di awal waktu dan ketika terik panas disukai sholat diakhir waktu: “Adalah nabi SAW, apabila hari sangat dingin menyegerakan sholat Dhuhur (awal waktu) dan apabila sangat panas beliau menta’khirkan Dhuhur hingga sedikit dingin” (HR. Bukhari dari Anas ra)
  2. Sholat Ashar Pada saat bayangan sama panjang dengan bendanya sampai dengan matahari bersih (belum ada kekuningan) Menurut An Nawawy: Ashar mempunyai lima waktu:
  • Fadhilah: Awal waktu
  • Ikhtiyar: dari awal waktu sampai dengan bayangan benda lebih panjang dua kali bendanya
  • Jawaz dengan tidak ada kemakruhan: dari akhir ikhtiyar hingga matahari berwarna kekuningan
  • Jawaz dengan kemakruhan: dikala matahari sudah kuning hingga tenggelam
  • Uzur: waktu Dhuhur bagi orang yang menjamakkan Ashar dengan Dhuhur jarena bepergian
3. Sholat Maghrib Dari sempurna tenggelamnya matahari sampai dengan hilangnya syafaq (cahaya merah di kaki langit Barat)
4. Sholat Isya’: dari hilangny syafaq merah hingga tengah malam, dalam keadaan darurat dibolehkan sholat asal belum masuk waktu Shubuh.
5. Sholat Shubuh: dari terbit fajar sampai dengan matahari terbit secara sempurna.
6. Di kutub Utara/ Selatan: Tidak ada hadits yang menerangkan tentang hal ini, namun banyak ulama yang berpendapat: para penduduk di kutub bisa menggunakan /jam sebagai patokannya. Mereka bisa membandingkan dengan di daerah lain (dengan ukuran jam). Sehingga sholat tetap dilaksanakan lima kali (meskipun pada siang/malam hari semua, karena matahari kadang bersinar selama beberapa bulan dan kadang tenggelam selama beberapa bulan).

Sederhananya mereka bisa mengira-ira berapa jam jarak antara Shubuh – Dhuhur – Ashar – Maghrib – Isya’ Wallahualam

Ramadhan di Afrika Selatan

mosque at south africa
Ramadhan di Afrika tidak hanya membangun tradisi, tetapi juga sebagai pengalaman pendidikan luar biasa selama Ramadhan, yang meliputi pendidikan, sosial, dimensi ekonomi, dan spiritual.
Selain itu, seperti dikutip dari Islamonline.net, kehadiran bulan suci dapat menyatukan perbedaan ideologis di kalangan komunitas Islami. Jika biasanya setiap komunitas memegang teguh ideologi keislamannya, keramahan dan persaudaraan yang tinggi sebagai Muslim justru diwujudkan di bulan Ramadhan.

Seperti halnya di Indonesia, jika pada hari biasa masjid-masjid kosong, maka pada bulan Ramadhan, orang-orang selalu berdesak-desakan untuk memasuki masjid. Di rumah, perempuan melakukan shalat Tarawih sendiri. Bioskop dan teater sepi karena membaca Alquran menjadi salah satu pusat kegiatan di bulan Ramadhan. Pemakaman juga banyak dikunjungi pada bulan Ramadhan untuk mendoakan keluarga yang telah tiada.

Masjid yang terdapat di Afrika Selatan hingga kini mencapai sekitar 500 masjid, sementara lembaga pendidikan islam, mencapai 408 lembaga. Banyak di antara universitas menawarkan bahasa Arab dan Studi Islam sebagai bagian dari kurikulum akademik mereka. Hal itu menunjukkan bahwa perkembangan Islam cukup pesat di negara itu. Peran Muslim di sana pun tidak bisa dibilang sedikit. Orang-orang Muslim terlibat dalam setiap profesi dan lapangan kerja.

Biasanya, bulan suci Ramadhan dimanfaatkan dengan baik untuk mempublikasikan dan menjelaskan agama dan budaya Islam. Terlebih khusus menyampaikan pesan Ramadhan, baik untuk Muslim maupun non-Muslim. Tujuannya, agar non-Muslim mempunyai pemahaman yang benar tentang Islam, tidak hanya sepenggal-sepenggal.

Salah satu cara menyebarkan pesan Ramadhan itu adalah dengan menggunakan media Islam. Stasiun radio swasta menyiarkan shalat Tarawih di hampir setiap provinsi. Di antara radio yang aktif menyiarkan pesan Ramadhan, adalah Radio Islam di Johannesburg, Radio 786 di Cape Town, dan Radio Al-Anshar di Durban.

Koran Islam juga memainkan peran penting dalam mendidik masyarakat Muslim dan non-Muslim tentang Ramadhan. Surat kabar terkemuka meliputi Al-Qalamn, Tampilan Muslim, Al-Ummah, dan Al-Miftah berperan dalam menyebarluaskan informasi tentang Islam.

Sejak awal Ramadhan, perempuan Afrika Selatan sudah antusias mempersiapkan hidangan lezat untuk makan bersama keluarga pada waktu iftar. Menu makanan, antara lain samosa, pie, kari, dan halim (sejenis kaldu) yang hadir pada hampir setiap meja makan keluarga.

Ramadhan Di Malaysia

Johor Baru ramadhan market
Masyarakat Muslim Malaysia di Johor  Baru sangat senang melakukan buka puasa dengan menikmati makanan yang dijual di pinggir-pinggir jalan di pasar-pasar di kota Johor Baru. Menjelang adzan Maghrib tiba, yang menandai saat berbuka, warga Muslim Johor Baru berbondong-bondong ke pasar untuk membeli keperluan berbuka mereka.

Beraneka ragam panganan untuk berbuka bisa mereka dapatkan di pasar mulai dari makanan ringan yang siap dimasak, nasi ayam, mie dan makanan lainnya. Tapi diantara makanan-makanan itu, yang paling banyak diminati pembeli adalah nasi dan ikan.

“Nasi dan ikan harus ada di meja makan kami. Kami makan nasi dan ikan pada saat berbuka maupun sahur,” kata Azatullah, seorang pedagan di pasar.Tak heran kalau nasi dan ikan menjadi makanan populer masyarakat Muslim di Malaysia. Karena negara Malaysia dikelilingi oleh perairan.

Pada saat Ramahdan, bisnis juice buah segar menjadi salah satu bisnis yang banyak dijumpai di pasar-pasar Ramadhan di Malaysia. Juice buah mulai dari yang kalengan sampai juice buah segar, termasuk cendol dan air kelapa menjadi penawar dahaga yang paling diminati Muslim Malaysia setelah seharian berpuasa. Yang paling banyak diminati, kata seorang penjual, adalah sari air kelapa segar.

Selain tempat penjualan makanan, yang ramai dikunjungi pembeli saat Ramadhan adalah toko-toko tekstil, toko pakaian dan toko-toko hiasan rumah. Toko-toko CD musik juga ramai diserbu pembeli yang mencari lagu-lagu bernuansa Ramadhan dan Idul Fitri.

Tradisi pasar Ramadhan di Malaysia ternyata menarik sebagian warga yang tinggal di negara-negara tetangga Negeri Jiran itu, misalnya dari Singapura. Seorang ibu warga Singapura mengaku datang ke Johor Baru untuk mencari suasana baru, karena di negaranya juga sebenarnya banyak sekali pasar.

Yang jelas, pasar Ramadhan mendatangkan rezeki bagi banyak warga Malaysia, karena pasar Ramadhan membuka kesempatan kerja bagi mereka. Hairoun mengaku pendapatannya bekerja di Pasar Ramadhan lebih besar. Ia bisa mendapat 5.000 ringgit pada bulan Ramadhan, sementara pekerjannya di perusahaan pengapalan hanya memberinya pendapatan 2.000 ringgit per bulan.

Ramadhan di Indonesia

Suasana Ramadhan di Indonesia terasa begitu kental, karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Mereka yang bukan muslim pun sangat bertoleransi dengan menghormati orang2 muslim yang sedang berpuasa.

Masjid-masjid, pada bulan Ramadhan, di seluruh pelosok tanah air dipenuhi oleh umat Islam yang menunaikan ibadah sholat Tarawih dan ibadah sholat2 lainnya.

Yang menjadi makanan khas untuk berbuka adalah kolak. Namun begitu, masyarakat Indonesia punya masakan khas sendiri2 untuk disantap saat berbuka puasa.

Sumber: http://atikofianti.wordpress.com/2011/07/31/puasa-ramadhan-di-berbagai-negara/

tweet

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...