(Pikiran Rakyat, 6 Maret 2008)
a
“Idza ja-a nashrullahi wal fathu, wara aytannas sayad khuluna fi dinillahi afwaja..” (An-Nashr: 1-2)
(Ketika datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu akan melihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong…”.
Sejumlah data yang dikomposisikan oleh Demented Vision
(2007), dari sebuah observasi di Amerika Serikat tentang perkembangan
jumlah pemeluk agama-agama dunia menarik untuk dicermati. Dari data
observasi itu, terdapat angka-angka yang menunjukkan perbandingan
pertumbuhan penganut Islam dan Kristen di dunia. Lembaga itu mencatat,
pada tahun 1900, jumlah pemeluk Kristen adalah 26,9% dari total penduduk
dunia, sementara pemeluk Islam hanya 12,4%. 80 tahun kemudian (1980),
angka itu berubah. Penganut Kristen bertambah 3,1% menjadi 30%, dan
Muslim bertambah 4,1% menjadi 16,5% dari seluruh penduduk bumi. Pada
pergantian milenium kedua, yaitu 20 tahun kemudian (2000), jumlah itu
berubah lagi tapi terjadi perbedaan yang menarik. Kristen menurun 0,1%
menjadi 29,9% dan Muslim naik lagi menjadi 19,2%. Pada tahun 2025, angka
itu diproyeksikan akan berubah menjadi: penduduk Kristen 25% (turun
4,9%) dan Muslim akan menjadi 30% (naik pesat 10,8%) mengejar jumlah
penganut Kristen. Bila diambil rata-rata, Islam bertambah pemeluknya
2,9% pertahun. Pertumbuhan ini lebih cepat dibandingkan dengan
pertumbuhan jumlah penduduk bumi sendiri yang hanya 2,3% pertahun. 17
tahun lagi dari sekarang, bila pertumbuhan Islam itu konstan, dari angka
kelahiran dan yang masuk Islam di berbagai negara, berarti prediksi itu
benar, Islam akan menjadi agama nomor satu terbanyak pemeluknya di
dunia, menggeser Kristen menjadi kedua. World Almanac and Book of Fact, #1 New York Times Bestseller, mencatat
jumlah total umat Islam sedunia tahun 2004 adalah 1,2 milyar lebih
(1.226.403.000), tahun 2007 sudah mencapai 1,5 milyar lebih
(1.522.813.123 jiwa). Ini berarti, dalam 3 tahun, kaum Muslim mengalami
penambahan jumlah sekitar 300 juta orang (sama dengan jumlah umat Islam
yang ada di kawasan Asia Tenggara).
Fenomena di Amerika sendiri sangat menarik. Sangat tidak masuk di
akal pemerintah George Bush dan tokoh-tokoh Amerika, masyarakat Amerika
berbondong-bondong masuk Islam justru setelah peristiwa pemboman World
Trade Center pada 11 September 2001 yang dikenal dengan 9/11 yang sangat
memburukkan citra Islam itu. Pasca 9/11 adalah era pertumbuhan Islam
paling cepat yang tidak pernah ada presedennya dalam sejarah Amerika. 8
juta orang Muslim yang kini ada di Amerika dan 20.000 orang Amerika
masuk Islam setiap tahun setelah pemboman itu. Pernyataan syahadat masuk
Islam terus terjadi di kota-kota Amerika seperti New York, Los Angeles,
California, Chicago, Dallas, Texas dan yang lainnya.
Atas fakta inilah, ditambah gelombang masuk Islam di luar Amerika,
seperti di Eropa dan beberapa negara lain, beberapa tokoh Amerika
menyatakan kesimpulannya. The Population Reference Bureau USA Today
sendiri menyimpulkan: “Moslems are the world fastest growing group.” Hillary Rodham Cinton, istri mantan Presiden Clinton seperti dikutip oleh Los Angeles Times mengatakan, “Islam is the fastest growing religion in America.” Kemudian, Geraldine Baum mengungkapkan: “Islam is the fastest growing religion in the country” (Newsday Religion Writer, Newsday). “Islam is the fastest growing religion in the United States,”
kata Ari L. Goldman seperti dikutip New York Times. Atas daya magnit
Islam inilah, pada 19 April 2007, digelar sebuah konferensi di
Middlebury College, Middlebury Vt. untuk mengantisipasi masa depan Islam
di Amerika dengan tajuk “Is Islam a Trully American religion?”
(Apakah Islam adalah Agama Amerika yang sebenarnya?) menampilkan Prof.
Jane Smith yang banyak menulis buku-buku tentang Islam di Amerika.
Konferensi itu sendiri merupakan seri kuliah tentang Immigrant and
Religion in America. Dari konferensi itu, jelas tergambar bagaimana
keterbukaan masyarakat Amerika menerima sebuah gelombang baru yang tak
terelakkan yaitu Islam yang akan menjadi identitas dominan di negara
super power itu.
Anomali 9/11
Peristiwa
9/11 menyimpan misteri yang tidak terduga. Pemboman itu dikutuk dunia,
terlebih Amerika, sebagai biadab dan barbar buah tangan para “teroris
Islam.” Setelah peristiwa itu, kaum Muslimin di Amerika terutama imigran
asal Timur Tengah merasakan getahnya mengalami kondisi psiokologis yang
sangat berat: dicurigai, diteror, diserang, dilecehkan dan
diasosiasikan dengan teroris. Hal yang sama dialami oleh kaum Muslim di
Inggris, Perancis, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Pemerintah
George Walker Bush segera mengetatkan aturan imigrasi dan mengawasi kaum
imigran Muslim secara berlebihan. Siaran televisi Fox News Channel,
dalam acara mingguan “In Focus” menggelar diskusi dengan mengundang enam
orang nara sumber, bertemakan ”Stop All Muslim Immigration to Protect
America and Economy.” Acara ini menggambarkan kekhawatiran Amerika tidak
hanya dalam masalah terorisme tetapi juga ekonomi dimana pengaruh para
pengusaha Arab dan Timur Tengah mulai dominan dan mengendalikan ekonomi
Amerika.
Tapi, rupanya Islam berkembang dengan caranya sendiri. Islam
mematahkan “logika akal sehat” manusia modern. Bagaimana mungkin
sekelompok orang nekat berbuat biadab membunuh banyak orang tidak
berdosa dengan mengatasnamakan agama, tetapi tidak lama setelah
peristiwa itu, justru ribuan orang berbondong-bondong menyatakan diri
masuk agama tersebut dan menemukan kedamaian didalamnya? 9/11 telah
berfungsi menjadi ikon yang memproduksi arus sejarah yang tidak logis
dan mengherankan. Selain 20.000 orang Amerika masuk Islam setiap tahun
setelah peristiwa itu, ribuan yang lain dari negara-negara non Amerika
(Eropa, Cina, Korea, Jepang dst) juga mengambil keputusan yang sama
masuk Islam. Bagaimana arus ini bisa dijelaskan? Sejauh saya ketahui,
jawabannya “tidak ada” dalam teori-teori gerakan sosial karena fenomena
ini sebuah anomali. Maka, gejala ini hanya bisa dijelaskan oleh “teori
tangan Tuhan.”
Tangan Tuhan dalam bentuk blessing in disguise adalah nyata
dibalik peristiwa 9/11 dan ini diakui oleh masyarakat Islam Amerika.
Karena peristiwa 9/11 yang sangat mengerikan itu dituduhkan kepada
Islam, berbagai lapisan masyarakat Amerika justru kemudian terundang
kuriositasnya untuk mengetahui Islam lebih jauh. Sebagian karena murni
semata-mata ingin mengetahui saja, sebagian lagi mempelajari dengan
sebuah pertanyaan dibenaknya: “bagaimana mungkin dalam zaman modern dan
beradab ini agama “mengajarkan” teror, kekerasan dan suicide bombing
dengan ratusan korban tidak berdosa?” Tapi keduanya berbasis pada hal
yang sama: ignorance of Islam (ketidaktahuan sama sekali tentang Islam).
Sebelumnya, sumber pengetahuan masyarakat Barat (Amerika dan Eropa)
tentang Islam hanya satu yaitu media yang menggambarkan Islam tidak lain
kecuali stereotip-stereotip buruk seperti teroris, uncivilized, kejam
terhadap perempuan dan sejenisnya. Seperti disaksikan Eric, seorang
Muslim pemain cricket warga Texas, setelah peristiwa 9/11, masyarakat
Amerika menjadi ingin tahu Islam, mereka kemudian ramai-ramai membeli
dan membaca Al-Qur’an setiap hari, membaca biografi Muhammad dan
buku-buku Islam untuk mengetahui isinya. Hasilnya, dari membaca
sumbernya langsung, mereka menjadi tahu ajaran Islam yang sesungguhnya.
Ketimbang bertambahnya kebencian, yang terjadi malah sebaliknya.
Menemukan keagungan serta keindahan ajaran agama yang satu ini.
Keagungan ajaran Islam ini bertemu pada saatnya yang tepat dengan
kegersangan, kegelisahan dan kekeringan spritual masyarakat Amerika yang
sekuler selama ini. Karena itu, Islam justru menjadi jawaban bagi
proses pencarian spiritual mereka selama ini. Islam menjadi melting point
atas kebekuan spiritual yang selama ini dialami masyarakat Amerika.
Inilah pemicu terjadinya Islamisasi Amerika yang mengherankan para
pengamat sosial dan politik. Inilah tangan Tuhan dibalik peristiwa
/9/11.
Dari
banyak wawancara yang dilakukan televisi Amerika, Eropa maupun Timur
Tengah terhadap mereka yang masuk Islam atau video-video blog yang
banyak menjelaskan motivasi para new converters ini masuk Islam, menggambarkan konfigurasi latar belakang yang beragam.
Pertama, karena kehidupan mereka yang sebelumnya sekuler, tidak terarah, tidak punya tujuan, hidup hanya money, music and fun.
Pola hidup itu menciptakan kegersangan dan kegelisahan jiwa. Mereka
merasakan kekacauan hidup, tidak seperti pada orang-orang Muslim yang
mereka kenal. Dalam hingar bingar dunia modern dan fasilitas materi yang
melimpah banyak dari mereka yang merasakan kehampaan dan
ketidakbahagiaan. Ketika menemukan Islam dari membaca Al-Qur’an, dari
buku atau kehidupan teman Muslimnya yang sehari-harinya taat beragama,
dengan mudah saja mereka masuk Islam.
Kedua, merasakan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan yang
tidak pernah dirasakannya dalam agama sebelumnya yaitu Kristen. Dalam
Islam mereka merasakan hubungan dengan Tuhan itu langsung dan dekat.
Beberapa orang Kristen taat bahkan mereka sebagai church priest mengaku
seperti itu ketika diwawancarai televisi. Allison dari North Caroline
dan Barbara Cartabuka, seorang diantara 6,5 juta orang Amerika yang
masuk Islam pasca 9/11, seperti diberitakan oleh Veronica De La Cruz
dalam CNN Headline News, Allison mengaku “Islam is much more about peace.”
Sedangkan Barbara tidak pernah merasakan kedamaian selama menganut
Katolik Roma seperti kini dirasakannya setelah menjadi Muslim. Demikian
juga yang dirasakan oleh Mr. Idris Taufik, mantan pendeta Katolik di
London, ketika diwawancara televisi Al-Jazira. Mantan pendeta ini
melihat dan merasakan ketenangan batin dalam Islam yang tidak pernah
dirasakan sebelumnya ketika ia menjadi mendeta di London. Ia masuk Islam
setelah melancong ke Mesir. Ia kaget melihat orang-orang Islam tidak
seperti yang diberitakan di televisi-televisi Barat. Ia mengaku,
sebelumnya hanya mengetahui Islam dari media. Ia sering meneteskan air
mata ketika menyaksikan kaum Muslim shalat dan kini ia merasakan
kebahagiaan setelah menjadi Muslim di London.
Ketiga, menemukan kebenaran yang dicarinya. Beberapa
konverter mengakui konsep-konsep ajaran Islam lebih rasional atau lebih
masuk akal seperti tentang keesaan Tuhan, kemurnian kitab suci,
kebangkitan (resurrection) dan penghapusan dosa (salvation)
ketimbang dalam Kristen. Banyak dari masyarakat Amerika memandang
Kristen sebagai agama yang konservatif dalam doktrin-doktrinnya. Eric
seorang pemain Cricket di Texas, kota kelahiran George Bush,
berkesimpulan seperti itu dan memilih Islam. Sebagai pemain cricket
Muslim, ia sering shalat di pinggir lapang. Di Kristen, katanya,
sembahyang harus selalu ke Gereja. Seorang konverter lain memberikan
kesaksiannya yang bangga menjadi Muslim. Ia menjelaskan telah berpuluh
tahun menganut Katolik Roma dan Kristen Evangelik. Dia mengaku menemukan
kelemahan-kelemahan doktrin Kristen setelah menyaksikan debat terbuka
tentang “Is Jesus God?” (Apakah Yesus itu Tuhan?) antara Ahmad
Deedat, seorang tokoh Islam dari Afrika Selatan dan seorang teolog
Kristen. Argumen-argumen Dedaat dalam diskusi menurutnya jauh lebih
jelas, kuat dan memuaskan ketimbang teolog Kristen itu. Menariknya, misi
awalnya ia menonton debat agama itu justru untuk mengetahui Islam
karena ia bertekad akan menyebarkan gospel ke masyarakat-masyarakat
Muslim. Yang terjadi sebaliknya, ia malah menemukan keunggulan doktrin
Islam dalam berbagai aspeknya dibandingkan Kristen. Angela Collin,
seorang artis California yang terkenal karena filmnya Leguna Beach dan
kini menjadi Director of Islamic School, ketika diwawancarai oleh
televisi NBC News megapa ia masuk Islam, ia mengungkapkan: “I was seeking the truth and I’ve found it in Islam. Now I have this belief and I love this belief,” katanya bangga.
Keempat, banyak kaum perempuan Amerika Muslim berkesimpulan
ternyata Islam sangat melindungi dan menghargai perempuan. Dengan kata
lain, perempuan dalam Islam dimuliakan dan posisinya sangat dihormati.
Walaupun mereka tidak setuju dengan poligami, mereka melihat posisi
perempuan sangat dihormati dalam Islam daripada dalam peradaban Barat
modern. Seorang convert perempuan Amerika bernama Tania, merasa hidupnya
kacau dan tidak terarah jutsru dalam kebebasannya di Amerika. Ia bisa
melakukan apa saja yang dia mau untuk kesenangan, tapi ia rasakan malah
merugikan dan merendahkan perempuan. Setelah mempelajari Islam, awalnya
merasa minder. Setelah tahu bagaimana Islam memperlakukan perempuan, ia
malah berkata “women in Islam is so honored. This is a nice religion not for people like me!” katanya. Dia masuk Islam setelah mempelajarinya beberapa bulan dari teman Muslimnya.
Perkembangan Islam di dunia Barat sesungguhnya lebih prospektif
karena mereka terbiasa berfikir terbuka. Dalam keluarga Amerika,
pemilihan agama dilakukan secara bebas dan independen. Banyak orang tua
mendukung anaknya menjadi Muslim selama itu adalah pilihan bebasnya dan
independen. Mereka mudah saja masuk Islam ketika menemukan kebenaran
disitu. Angela Collin menjadi Muslim dengan dukungan kedua orang tua.
Ketika diwawancarai televisi NBC, orang tuanya justru merasa bangga
karena Angela adalah seorang “independent person.” Nancy
seorang remaja 15 tahun, masuk Islam setelah bergaul dekat temannya
keluarga Pakistan dan keluarganya tidak mempermasalahkan walaupun telah
lama hidup dalam tradisi Kristen.
Perkembangan ini tentu akan berpengaruh signifikan terhadap hubungan Islam-Barat (Kristen) yang sudah mengalami ketegangan historis berabad-abad. Dengan pesatnya perkembangan umat Muslim di Amerika, Eropa dan negara-negara maju lainnya, akan berpengaruh signifikan terhadap beberapa hal. Pertama, masyarakat Barat akan lebih dekat dan lebih kenal dengan Islam melalui umat Islam yang ada di Barat sendiri. Mereka akan menjembatani kesalahafahaman yang selalu terjadi terhadap Islam dan kaum Muslimin. Ketidaksukaan masyarakat Barat terhadap Islam lebih karena the ignorance of Islam dan ini akan semakin berkurang. Umat Islam di Barat akan menjadi komunikator yang efektif dan duta-duta yang handal untuk menjelaskan dan memperlihatkan wajah Islam yang sesungguhnya di sana. Melalui mereka, nasib umat Islam diluar Barat akan disuarakan dan penderitaan demi penderitaan negara-negara Muslim akibat dominasi Barat yang kebijakannya sering yang tidak adil akan berkurang. Kedua, akibat dari ajaran Islam yang semakin tersosialisasi di Barat dan suara politik kaum Muslimin semakin kuat, jembatan untuk terciptanya saling pemahaman dan pengertian akan semakin kondusif dan menguat. Islam dan Barat mudah-mudahan akan masuk ke dalam sebuah equilibrium sejarah baru yang lebih adil, lebih fair dan lebih demokratis: “Ketika datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu akan melihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong!”. Wallahu a’alam!!
Penulis, Dosen UIN SGD Bandung, alumni Southeast Asian Studies, ANU Canberra.
Sumber: http://moeflich.wordpress.com/2008/03/18/islam-di-amerika-keajaiban-bernama-911/