Page

Pages

Sabtu, 10 September 2011

Gaya dalam Desain Mebel

Gaya atau style merupakan salah satu titik awal dalam perancangan mebel. Gaya-gaya yang telah lahir dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi para desainer untuk menciptakan gaya mebel yang baru di masa depan. Oleh sebab itu kita akan menelusuri sejarah gaya mebel secara ringkas dan padat.

Sejarah Desain Mebel
Di dalam sejarah desain mebel dunia dikenal  berbagai gaya mebel. Akan tetapi gaya-gaya tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat gaya mebl yang utama, yaitu: gaya primitif, gaya klasik, gaya modern, dan gaya postmodern. Keempat gaya tersebut memiliki karakteristik desain yang sangat berbeda. Dalam konteks ini, hanya akan dibahas tiga gaya mebel secara umum.

Gaya Klasik
Chippendale (worthpoint.com)
Pada umumnya, keberadaan mebel-mebel klasik di Eropa lahir dari kekuatan ambisi manusia untuk melegitimasi status sosialnya. Hal ini menunjukkan bahwa mebel dapat dijadikan sarana untuk menghadirkan citra (image) pemakainya.
Artefak-artefak yang ditemukan membuktikan bahwa mebel telah dijadikan 'alat' untuk menampilkan kekuasaan dan kemewahan bagi penguasa pada zamannya. Hal ini terbukti dari kelahiran beberapa gaya desain mebel klasik yang cenderung mencerminkan eksistensi dari penguasa, termasuk para bangsawan dan raja pada saat mereka berkuasa.

Perkembangan desain mebel klasik Eropa diawali oleh gaya Gothik dan terus berlangsung hingga abad ke-19. Periode ini merupakan rangkaian tonggak sejarah Eropa yang sangat penting mengingat gaya mebel Eropa telah merambah ke seluruh benua, termasuk benua Amerika dan Asia.
Louis XV (antiqueroyale.com)
Kehadiran desain mebel klasik Eropa di Indonesia juga tak luput dari pengaruh perkembangan desain mebel di Eropa. Desain mebel klasik ini masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya bangsa Eropa. Pada saat itu bangsa Eropa menjajah negeri kita selama ratusan tahun, sehingga mau tidak mau pengaruh kebudayaan mereka pun mengalir deras masuk ke dalam tatanan budaya Indonesia.
Jika kita amati, peninggalan bangsa Eropa tersenut hingga kini masih tercermin pada karya-karya desain mebel di Jepara. Gaya mebel-mebel buatan Jepara memiliki karakteristik yang sama dengan gaya mebel-mebel klasik Eropa, seperti Chppendale, Sheraton, Queen Anne, dan masih banyak lagi.
Desain-desain klasik banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur gereja yang bersifat religius dan sakral, sehingga karakteristik yang ditampilkan desain mebel pada umumnya senapas dengan gaya arsitekturnya yang penuh dengan hiasan. Hiasan-hiasan (ornament) yang rumit, bergulung-gulung, dan bergelora, serta sarat dengan unsur dekoratif, menjadi ciri khas mebel klasik Eropa.
Bentuk yang agung, mewah dan megah juga menjadi karakter khas mebel gaya klasik. Bentuk-bentuk  desain yang berkembang tersebut lahir akibat dari upaya para bangsawan atau raja memperoleh legitimasi atas kekuasaannya, seperti yang dilakukan oleh Raja Louis, Napoleon, Queen Anne, dan masih banyak lagi.
Dengan demikian, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa desain mebel klasik Eropa pada umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
Hepplewhite (shelco.co.uk)
1. Desain dikerjakan oleh seniman
2. Mayoritas penuh dengan hiasan
3. Produk dikerjakan oleh tukang kayu
4. Bersifat kerajinan tangan dan dibuat secara manual
5. Desain dibuat berdasarkan selera/kehendak raja atau bangsawan
6. Desain yang dibuat bertujuan untuk memperoleh kebanggaan, kemewahan atau gengsi sosial, serta untuk melegitimasi kekuasaan raja
7. Produk tidak dibuat secara massal
8. Desain cenderung eksklusif
9. Desain cenderung "black box", emosional, spiritual, magis dan sakral
10. Gagasan hanya berdasarkan pengalaman di lingkungannya
11. Kemampuan atau keterampilan yang digunakan berlandaskan pada tradisi alamiah secara turun-temurun. Esensi gaya desain mebel klasik berpijak pada konsep fungsi harus mengikuti makna bentuk dan ornamen.

Gaya Modern
Art Nouveau (kassel-tourist.de)
Istilah modernism dipahami sebagai aliran baru yang merujuk pada semua gaya yang dianggap modern. Akan tetapi, apa yang dianggap 'modern' oleh setiap generasi, selalu sesuai dengan standar pada zaman itu. Pada umumnya, desain mebel masa kini kita sebut 'modern' karena sangat tepat dengan istilah yang mewakili zamannya. Oleh karena itu, sebutan desain 'modern' dalam pengkajian mebel akan selalu dikaitkan dengan metode dalam memproduksi produk-produk industri (Jones, 1973)
Ditinjau secara kronologis dalam kajian sejarah desain, mebel modern bisa dikatakan sebagai produk dari perkembangan keadaan setelah terjadinya Perang Dunia I. Namun bila ditelusuri lebih lanjut, sesungguhnya mebel modern berakar dari fase-fase awal Revolusi Industri yang terjadi disekitar pertengahan abad ke-18 SM. 
Deutcher Werkbund (en.bidt.org)
Aronson (1965:305) mengungkapkan bahwa revolusi industri itu sendiri telah membawa dampak yang luar biasa dalam perkembangan desain pada saat itu. Kemajuan teknologi yang demikian pesat membuat sistem produksi berubah total, dimana tenaga manusia digantikan oleh mesin-mesin pabrik, dan barang-barang diproduksi secara massal (mass production). Akibatnya, posisi desainer mengalami pergeseran dan cenderung lebih bersifat komersial, bergerak sesuai tuntutan pasar. Bahkan seringkali ditemui seorang desainer merangkap sebagai produsen dari mebel tersebut.
Bila dikaji dari perkembangan sejarah desain mebel modern pada abad ke-20, dapat diidentifikasi karakteristiknya sebagai berikut:
1. Desain dikerjakan oleh arsitek dan desainer profesional
2. Bentuk mengikuti fungsi
3. Desain diciptakan sederhana dan praktis
4. Desain dibuat berdasarkan kebutuhan pasar
5. Tampilan desain cenderung bersifat universal, mempunyai bentuk yang sama atau mirip di seluruh dunia
6. Konsep desain berdasarkan pemikiran "glass box", berlandaskan pada material, rasional, dan komersial
7. Gagasan desain didasarkan pada hasil penelitian ilmiah
8. Mebel dikerjakan dengan menggunakan mesin produksi
De Stijl (madamepickwickartblog.com)
9. Keterampilan diperoleh secara formal dari sekolah, bukan turun temurun seperti pada desain mebel tradisional. Gaya tradisional juga ditandai oleh gaya internasional (gaya universal), fungsional-pragmatik, bentuk yang sederhana, mekanikal;logis;dan teknologis, anti hiasan, anti metafora, anti simbolik, susunan fungsional (Jencks, 1989:67).
Lima gaya desain yang menjadi tonggak sejarah desain mebel modern adalah Art Nouveau, Deutcher Werkbund, De Stijll, Bauhaus, dan Art Deco. Gaya-gaya tersbut telah berkembang dan menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia dengan berbagai macam problematikanya.
Intinya, gaya desain mebel modern memiliki konsep kesederhanaan bentuk yang harus selalu mengikuti fungsi.

Gaya Postmodern
Charles A. Jencks telah menyusun suatu klasifikasi gaya postmodern dalam lingkup arsitektur, yang kemudian juga menular pada desain mebel.
Menurut Jencks, gaya postmodern mempunyai tanda-tanda sebagai berikut:
1. Berkode Ganda (double coding)
2. Berbentuk semiotika
3. rumit (kompleks)
4. Punya arti semiotika-semantik
5. Menggunakan hiasan 
6. Metafora
7. Simbolik
8. Berfungsi campuran
9. Kontekstual
Memphis (tevami.com)
Dalam konteks budaya postmodern, konsep desain yang paling dihindari adalah mebel-mebel yang bersifat amssal, rasional, dan kaku. Sebagai gantinya diajukan desain mebel yang didominasi oleh unsur lokal, spesifik, individual, dan asosiatif. Akibatnya muncul sebuah konflik yang mendudukkan desain mebel postmodern sebagai karya irasional, emosional, ekspresif, puitik dan terkesan bermain-main. Bahkan pada tingkat metodologis, desain mebel postmodern dianggap anti estetika dan juga dianggap tidak memiliki metodologi. Namun pada kenyataannya, justru nilai-nilai rasional, kerangka analisis dan metodologis itulah yang diolah dan didekonstruksi oleh konsep postmodern menjadi bentuk metafora (Sukada).
Desain mebel postmodern diciptakan dengan nilai bermakna simbolik yang dapat mengasosiasikan kemegahan, kemewahan, keangkuhan, keindahan, kenyamanan, keamanan, status sosial, pemberontakan, bahkan citra dari pemiliknya. Arsitekturnya dapat pula dipertiimbangkan pada berbagai tataran yang berbeda, mulai dari tataran fisik, mekanik, ekonomis, sosial, bahkan semantik. Dipandang dari sudut tataran semantik, desain mebel tidak hanya objek semata, melainkan juga sebagai suatu unit kultural yang termasuk dalam unsur-unsur budaya yang kompleks. 
Dalam pengamatan Jencks tersebut, dapat disimpulkan bahwa arsitektur postmodern dilatarbelakangi oleh cara-cara baru dalam menyampaikan aspek estetika, yaitu melalui teknik berkomunikasi dengan memanfaatkan simbol-simbol bahasa visual. Semua aspek mengikuti kaidah-kaidah kebahasaan yang sarat dengan istilah linguistik, sehingga diperlukan keluasan interprestasi terhadap suatu makna dari tanda-tanda.
Esensinya bahwa desain mebel postmodern selalu 'bermain-main' dengan bentuk dan makna, dengan mengikuti irama bahasa (linguistik). Dalam konteks desain, bahasa yang dimaksud adalah bahasa visual atau bahasa rupa. Gaya desain mebel postmodern yang sudah dikenal di dunia antara lain gaya Memphis dan gaya Neo Furniture.
Prinsip yang dianut oleh gaya desain mebel postmodern ini adalah fungsi mengikuti permainan bentuk, atau fungsi bermain-main dengan bahasa bentuk.

Sumber: Buku Designing Furniture, Eddy S. Marizar